BUNG KARNO BELAJAR PENCA (SILAT)
Diterjemahkan oleh M. Fadilah
Sumber Mangle No. 799 / 1981
Ketika kejadian sumpah pemuda 28 Oktober 1928, para tokoh pemuda pejuang bangsa
Indonesia yang berada di Bandung banyak yang belajar maenpo (silat). Tidak heran
sebab silat selain alah satu kebudayaan bangsa, juga merupakan ketrampilan yang
besar manfaatnya untuk menjaga diri. Banyak macam silat di daerah sunda namun dari
sekian macam-macam silat namun hanya ada satu silat yang dapat mengungkapkan
rahasia tenaga yang berasal dari Cianjur yang dipimpin ajengan RH Ibrahim yang hidup
antara th 1840 sampai th 1900 dengan nama silat Cikaretan. Salah seorang muridnya
yang berbakat dan disayang yaitu Nampon, bahkan setelah RH Ibrahim meninggal,
tinggal Nampon yang meneruskan silat Cikaretan.
Mengadu Kekuatan
Nampon mengajarkan ilmunya di daerah Ciburial Padalarang. Semenjak itulah silatnya
disebut silat Nampon. Dalam pengajarannya dilakukan secara sembunyi-senbunyi agar
supaya tidak diketahui oleh Belanda. Pada waktu itu di Bandung ada pendekar yang
bernama Tamim Mahmud yang tinggal di Jl. Kopo. Dia sudah berguru dibeberapa
perguruan silat dan sudah lazimnya pada waktu itu para pesilat sering mengadu
kekuatan. Tamim Mahmud juga sudah menjajal kemampuannya ke beberapa pendekar
silat, tetapi tidak ada yang mampu mengalahkan dia. Kebetulan pada waktu itu dia
mendengar kabar di daerah Padalarang ada perguruan silat yang berbeda dari yang
lain. Tidak ditunggu-tunggu lagi, dia menemui Nampon di perguruannya.
Namun bagaimana adu kekuatan berlangsung tidak ada beritanya, yang didapatkan
adalah Tamim Mahmud menyerah kalah kepada Nampon. Demikian luar biasa
ampuhnya silat nampon, bagaimana tidak setiap Tamim Mahmud mendekati musuhnya,
dia sudah jatuh duluan. Beberapa kali dia jatuh, bangun lagi sambil memasang kuda-kuda,
tetapi setiap menerkam atau memukul lawan dia jatuh lagi jatuh ladi. Sampai
akhirnya Tamim Mahmud mengakui kekalahannya bahkan selanjutnya berguru pada
Nampon.
Pada tahun 1937, Bapak Nampon mengajarkan ilmunya tidalk lagi di Padalarang tetapi
pindah ke jalan Kopo tempatnya Tamim Mahmud. Pada waktu itu perguruan sudah
menggunakan nama Tri Rasa dengan murid-muridnya kebanyakan dari kalangan
mahasiswa.
Bung Karno dan Moh. Natsir
Mahasiswa yang belajar silat ditempat itu kebanyakan mahasiswa THS, Siswa Kweek
School, AMS MULO, Arabach Scholl, HBS dan OSVIA. Pada wakatu itulah Bung Karno
dan Moh. Natsir belajar silat. Namun apa maksudnya Bung Karno belajar silat apakah
hanya untuk mengisi waktu saja atau sengaja untuk menjaga diri. Namun yang jelas
dia belajar silat bahkan mampu sampai mengeluarkan tenaga dalam. Tokoh lainnya
yang belajar TRIRASA di antaranya Gusti Husaini ( sekarang dokter spesialis mata),
Syarif Jaya (sekarang dokter di jalan Pungkur) dan Dr Muryani, semua muridnya
tersebar di beberapa tempat, begitu menurut keterangan Yusuf Teja Sukmana, putera
tunggal Pak Tamim Mahmud (alm).